Jumat, 21 Agustus 2015

Logika Orang Indonesia : Makin Miskin Makin Benar

    Pengendara motor melawan arus
Jika di Negara Orang lain atau tepatnya di Negara-negara Eropa kehidupan dijalanan bisa dikatakan tergolong tertib walau masih ada saja segelintir orang yang tidak mengikuti aturan.
Jika lampu merah biasanya pasti stop hijau jalan, dan jika ada antrian pasti semua ikut.
Tapi bagaimanakah kehidupan di negara kita???

Bagaimana Logika Orang Indonesia? Indonesia itu unik. Cara berpikir kita terlalu sinetron karena memang dipengaruhi sinetron. Ambisi ingin menjadi kaya raya, tapi ketika berbicara dan bertindak seolah miskin. 
Saya jadi ingat ketika Ahmadinejad masih memimpin sebagai pemimpin Iran, banyak sekali orang kita yang bilang: wah kalau pemimpin hebat itu ya seperti Ahmadinejad. Mengapa banyak yang bilang demikian? Karena Ahmadinejad memakai baju bolong - bolong, pernah sholat di pinggir jalan, makan-makanan sederhana.

Wah, menjadi pemimpin hebat ternyata mudah ya. Padahal kalau dipikir-pikir, Iran di bawah pemerintahan dia yang egois dan ekstrim, makin dikucilkan. Ekonomi morat marit, inflasi tinggi, industri dalam negeri Iran juga banyak yang mati. Hehe.


Yah, sebagian kita yang tadinya simpatik ke Ahmadinejad akhirnya antipati juga sih. Eh tapi bukan karena ketidakbecusan kepemimpinan dia loh. Tapi karena dia seorang Syiah. Walah… Alasan
memuja tidak substansial, alasan membenci juga tidak substansial.
Logika Orang Indonesia: Makin Miskin Makin Benar

Alur pikir “makin miskin makin benar” paling tercermin di jalan raya. 
Sesuai dengan pepatah, kalau mau lihat kematangan sebuah bangsa lihatlah pada lalu lintasnya. Sebuah kasus menarik terjadi di Selasa malam tanggal 13 Mei kemarin di jalan I Gusti Ngurah Rai, Pondok Kopi, Jakarta. Sebuah motor yang melaju kencang di jalur yang berlawanan arah bertabrakan dengan mobil Yaris yang sudah sesuai dengan jalurnya.

Si pengendara motor, Muhammad, seketika meninggal dunia. Namun ironisnya, hidup matinya Muhammad ternyata tetap membawa kesialan bagi orang lain. Adalah Austin sang pengendara mobil Yaris yang akhirnya menjadi bulan-bulanan dihakimi di tengah jalan oleh para pemotor lainnya. Ada yang menjadi saksi mengatakan sambil memukuli beberapa pemotor menyebutkan “orang kaya tanggung jawab loe” dan “jangan mentang-mentang punya mobil”

·         - Apakah punya mobil berarti kaya?
·         - Apakah punya mobil mentang-mentang?
·       -   Apakah salah yang punya mobil kalau yang lain hanya mampu beli motor?
·        
      Dan SALAHKAH Austin?
Salahkah Austin? Tentu tidak karena berjalan di jalur yang benar dan hanya berkecapatan normal sekitar 60 km/jam. Salah Austin hanya satu: ia bermobil dan dengan demikian ia dianggap termasuk kalangan kaya yang seharusnya dipersalahkan dalam kondisi apa pun dan dengan logika mana pun.


Sebagian pengendara motor yang ikut menghakimi bisa jadi memiliki logika yang sama, logika sinetron.

Orang kaya = jahat, yang lebih miskin = kebenaran. Sedih sekali nasib bangsa ini. Sedihnya karena
logika kita justru terlalu materialistis hingga kebenaran pun dipautkan dengan persepsi “apa yang
dipunya”, BUKAN apa yang sebenarnya terjadi. Hanya bangsa materialistis yang mendikotomikan
kaya dan miskin.

Sebagian dari kita memang TERLALU SOMBONG DALAM KEMISKINAN (baik mental maupun materi).

1 komentar: